Video Perkenalan Diri Maba: Kegiatan yang Unfaedah dan Akal-Akalan Marketing Gratis

Belakangan ini sering saya melihat video-video perkenalan diri maba, entah itu dari orang yang dikenal atau yang tidak dikenal, yang lewat begitu saja.

Dan yang saya lihat, atau mungkin kita lihat, sebagian dari mereka seperti terpaksa, kaku, kikuk, dan cenderung terpaksa melakukannya.

Video-video itu membuat sebuah tanya yang muncul di kepala: mereka benar-benar menikmati atau hanya terpaksa?

Mengapa Ini Unfaedah?

Video perkenalan diri untuk maba selalu dikemas dengan alasan-alasan yang manis juga intelek, seperti: agar saling mengenal satu sama lain, untuk meningkatkan kreativitas.

Menurut saya, hal-hal itu hanya omong kosong belaka. Alasan itu ibarat buah ceri di atas kue ulang tahun, hanya hiasan dan pemanis.

Karena jika tujuannya untuk saling mengenal, rasanya banyak sarana yang lebih bisa membuat semua orang nyaman dalam rangka saling mengenal. Karena tidak semua orang itu nyaman untuk tampil di depan kamera dan menjadi konsumsi publik.

Masih ada sarana lain seperti Zoom Meeting, Discord, atau apa pun itu yang bisa dipakai untuk saling kenal secara daring, yang hanya mencakup mahasiswa baru dan panitia.

Saya sempat berbicara dengan tiga teman yang juga mendapat tugas membuat video perkenalan. Menariknya, ketiganya mengaku sebenarnya merasa keberatan.

Mereka juga mengatakan bahwa video yang dibuat tidak membuat mereka jadi lebih kenal atau saling kenal satu sama lain. Jawaban-jawaban ini membuat asumsi saya semakin kuat bahwasanya video perkenalan diri untuk maba itu sesuatu kegiatan yang unfaedah.

Dan pihak panitia/kampus seringkali menuntut maba-mabanya kreatif, tapi mereka sendiri bertolak belakang dari kata kreatif.

Jika kita melihat bingkai video atau twibbon-twibbon yang ada, rasanya seperti tidak ada bedanya satu kampus dengan kampus yang lain, dari bentuk desain juga tema. Hanya sedikit berbeda di warna, ornamen-ornamen, juga logo.

Dan kebanyakan kampus-kampus Islam pasti memberi nama kegiatannya dengan kata yang seragam, yaitu “Masa Taaruf.” Mereka menuntut para mabanya, para juniornya kreatif, tapi mereka terjebak dengan pola yang seragam. Jadi siapa yang sebenarnya harus kreatif?

Jika dipikirkan lagi, ini adalah cara promosi gratisan yang hanya menguntungkan sepihak. Strategi marketing terselubung.

Alih-alih mengeluarkan uang untuk memasang iklan di billboard, membayar iklan ads di sosmed, atau membayar influencer, kampus lebih memilih menjadikan para mahasiswa barunya sarana iklan gratis.

Oleh karena itu, para maba dituntut membuat video dengan kreatif dan semenarik mungkin, karena mereka yang pada akhirnya yang akan dijadikan etalase juga dijadikan wajah promosi agar kampus terlihat memiliki citra yang menarik dan asik.

Penutup

Memang tidak bisa dipungkiri ada saja mahasiswa baru yang merasa senang dan ingin berpartisipasi. Tapi yang menjadi masalah ketika hal ini dijadikan kewajiban, bukan pilihan, ditambah menuntut kreativitas juga ide yang menarik. Karna kegiatan pengenalan maba harusnya menjadi hal yang menyenangkan dan nyaman untuk semua.

Hal-hal ini mestinya dipertimbangkan agar semua merasa nyaman dan tidak dirugikan.

Tidak perlu diragukan lagi pihak kampus, BEM, dan panitia-panitia kegiatan itu pasti orang yang terpelajar dan mempunyai tingkat literasi yang tinggi.

Mungkin mereka lupa dan harus kembali membaca ulang Bumi Manusia dari Pram. Di sana ada kata-kata yang begitu ikonik dan semestinya jadi pegangan untuk mereka, saya, dan kita semua:

“Adillah sejak dalam pikiran.”

 

 

 

Kontributor: Raka Amarullah

Penyunting: Navi’ Vadila

Editor: Faras Azryllah

Share your love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *