Beberapa waktu lalu, Alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk mengikuti kajian kitab Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi rahimahullah.
Ketika itu ada perkara menarik yang terlintas di benak saya saat kami memasuki pembahasan Bab Shabr hadis ke 53, di sana dituliskan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
… أَيُّها الناس، لا تَتَمَنَّوْا لِقَاء الْعَدُوِّ، وَاسْأَلوا الله الْعافية فَإِذا لَقِيتموهم فَاصْبِرُوا
Wahai manusia, janganlah kalian pernah berharap untuk bertemu dengan musuh, dan mintalah keselamatan kepada Allah, namun jika kalian bertemu dengan mereka maka bersabarlah (dalam menghadapinya).
Sejak bait pertama hadis dibacakan, saya langsung teringat bahwa konsep dalam hadis ini diadopsi oleh salah satu pepatah Minang yang sejak kecil sudah tidak asing bagi anak muda Minang, yaitu:
“Musuah jan dicari,basuo pantang diilakaan” (musuh jangan dicari, bertemu pantang untuk dihindari).
Sejatinya makna pepatah ini masih tertanam dalam diri kami sebagai anak muda Minang, namun hampir tidak terdengar lagi ada yang membahasnya akhir-akhir ini.
Hal inilah yang membuat saya ingin membahas perkara ini, serta mengulas pemaknaannya dari sudut pandang syariat. Harapannya, dapat menjadi langkah pelestarian salah satu budaya Indonesia terkhusus dari daerah Minangkabau.
Hal ini juga memperkuat bahwa sejatinya budaya di Minang sejalan dengan syariat islam sebagaimana landasannya, “adat basandi syara’, syara basandi kitabulah”.
Sekarang coba kita telaah makna dari pepatahnya lalu akan saya coba hubungkan dengan makna hadits di atas.
Secara umum makna dari “musuah jan dicari, basuo pantang diilakaan” adalah sebuah pesan yang sudah diwariskan secara turun-temurun di Minang dan memiliki dua pesan utama yang tersirat di dalamnya:
- Sajak pertama berupa peringatan, agar seseorang tidak mencari-cari masalah dengan siapapun itu dan tidak menganggap remeh mereka, serta mengingatkan kita agar senantiasa memiliki jiwa yang tenang dan ramah kepada siapapun, sehingga dengannya kita bisa memperluas jaringan pertemanan kita.
- Sajak kedua berisi sebaliknya, jikalau kita yang justru diusik oleh orang, maka hendaknya kita tidak berdiam diri saja dan harus memberikan pelajaran kepada orang-orang yang mencoba mengusik tersebut. Dan di sajak kedua ini kita juga diingatkan agar memiliki jiwa yang tegar dan tegas disamping keramahan yang harus kita miliki, ketegasan ini tentu kita tampakkan hanya ketika pihak lain yang dahulu mencoba untuk mengusik kita.
Setelah memahami makna dari pepatahnya, sekarang mari kita lihat makna hadis di atas sesuai dengan penjelasan salah satu ulama.
Kali ini saya coba untuk mengutip syarah dari kitab Dalil Al-Falihin Lithuruq Riyadhisshalihin karya Al-Imam ‘Allan, di sana beliau menjelaskan makna dari “ أَيُّها الناس، لا تَتَمَنَّوْا لِقَاء الْعَدُوِّ، وَاسْأَلوا الله الْعافية“ (Wahai manusia, janganlah kalian pernah berharap untuk bertemu dengan musuh, dan mintalah keselamatan kepada Allah) adalah:
- hikmah dari larangan ini serupa dengan yang disampaikan Ibn ‘Atthal: “sesungguhnya seseorang tidak tau persis akan dampak dari perbuatannya sendiri”, maknanya jika seseorang mencoba mencari masalah terlebih dahulu, ditakutkan akan berdampak buruk terhadap dirinya sebab perbuatannya sendiri.
- Umar Ibn Khattab juga berkata : “aku lebih suka diberikan kesembuhan lalu aku bersyukur dibanding aku diuji lalu dengannya aku bersabar”, hal ini menjelaskan kepada kita bahwasnya seorang Umar saja lebih memilih posisi aman dibanding berharap bertemu dengan musuh dan bersabar dalam memeranginya.
- Di dalam hadits ini juga dijelaskan bahwa seseorang dilarang untuk merasa sombong dan bergantung (terlalu percaya diri) dengan kekuatan yang ia miliki, serta dilarang meremehkan kekuatan musuh.
Dalam penggalan pertama hadits ini, kita bisa melihat adanya kesamaan makna dengan sajak pertama pepatah Minang di atas.
Adapun makna dari penggalan hadis “فَإِذا لَقِيتموهم فَاصْبِرُوا” (namun jika kalian bertemu dengan mereka maka bersabarlah [dalam menghadapinya]).
Penggalan hadis ini menjelaskan agar kita mencoba untuk tidak lari dan berdiam diri ketika kita menjumpai orang yang mencoba mengusik kita, yang mana gangguan dari mereka datang tanpa kita yang memulainya, dan disana juga dijelaskan agar kita mencoba untuk sabar dalam melawan gangguan dari mereka.
Dalam penggalan kedua di hadits ini, kita juga bisa meihat adanya kesamaan makna dengan sajak kedua pepatah Minang di atas.
Walaupun sejatinya hadits ini datang dalam pemaknaan jihad fi sabiilah, namun setidaknya maknanya bisa menjadi pelajaran yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pepatah ini merupakan bentuk perantara pendidikan karakter/adab yang diberikan orang tua di Minang kepada anak-anak mereka.
Nasehat di atas tidak ditujukan kepada masyarakat Minang saja, melainkan juga bisa menjadi pembalajaran bagi kita semua yang membaca.
والله تعالى أعلى وأعلم
Baca juga: Pengorbanan Umat Terdahulu: Refleksi Penuntut Ilmu Gen Z
Kontributor: Hammad Albari
Penyunting: Navi’ Vadila
Editor: Faras Azryllah

Akun Resmi HPMI Yordania, dikelola oleh Kementerian Komunikasi & Informasi








[…] Baca Juga:“MUSUAH JAN DICARI, BASUO PANTANG DIILAKAAN”, Pepatah Minang yang Mengalir Nafas Syari’at di D… […]