Generasi saat ini tidak bisa dipisahkan dari teknologi, terutama media sosial yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi yang pesat, seperti transisi dari jaringan 3G ke 5G dalam waktu kurang dari dua dekade, telah mengubah banyak aspek kehidupan. Salah satu dampak signifikan dari perubahan ini adalah munculnya fenomena sosial baru yang dikenal sebagai Fear of Missing Out atau FOMO.
Apa Itu FOMO?
FOMO adalah perasaan cemas yang muncul ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak terlibat dalam pengalaman berharga yang dialami oleh orang lain. Fenomena ini semakin umum di era digital, terutama dengan kehadiran media sosial yang memfasilitasi pengguna untuk melihat unggahan tentang aktivitas, pencapaian, dan perjalanan teman-teman mereka. Hal ini menciptakan perbandingan sosial yang konstan, di mana individu merasa harus selalu mengikuti tren agar tidak tertinggal.
Selain pengaruh media sosial, budaya konsumerisme yang kuat juga berperan dalam memperkuat FOMO. Banyak produk dan layanan dipromosikan dengan janji pengalaman unik atau peningkatan kualitas hidup. Ketika banyak orang terpengaruh oleh tren tertentu, individu merasa tertekan untuk ikut serta agar tidak terlihat “ketinggalan zaman”.
Dampak Negatif FOMO
Meski terlihat sepele, FOMO dapat memberikan dampak psikologis yang serius. Sebuah penelitian dalam Journal of Computers in Human Behavior (2013) menunjukkan bahwa individu yang sering merasakan FOMO cenderung memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena kecenderungan membandingkan diri secara negatif dengan orang lain, yang pada akhirnya menimbulkan perasaan stres dan ketidakpuasan.
FOMO sebagai Mekanisme Adaptif
Namun, di balik dampak negatifnya, FOMO juga dapat berfungsi sebagai mekanisme adaptif yang membantu individu tetap terhubung dengan dinamika sosial dan perkembangan zaman. Rasa takut tertinggal dapat memotivasi seseorang untuk terus belajar dan memperbarui keterampilan mereka, baik melalui kursus online, seminar, maupun membaca artikel terkini.
Dalam dunia bisnis, FOMO menjadi pendorong inovasi. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk dan layanan yang lebih menarik untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berubah. Fenomena ini menciptakan lingkungan yang dinamis, mendorong kreativitas dan inovasi.
FOMO juga memiliki dampak positif dalam memperluas jaringan sosial. Rasa ingin tahu terhadap apa yang dilakukan orang lain sering kali mendorong individu untuk menghadiri acara, bergabung dalam kelompok diskusi, atau terlibat dalam proyek kolaboratif. Ini membuka peluang baru dan memperkuat hubungan sosial, yang mungkin tidak akan terjadi tanpa adanya FOMO.
FOMO dan Gerakan Sosial
Selain itu, FOMO dapat menjadi motivasi kuat untuk terlibat dalam kampanye sosial melalui media sosial. Misalnya, ketika melihat banyak orang berbicara tentang isu-isu lingkungan atau dukungan terhadap Palestina, individu cenderung merasa terdorong untuk ikut berpartisipasi. Tanpa adanya dorongan FOMO, kesadaran publik terhadap isu-isu kritis mungkin tidak akan sebesar sekarang.
Mengelola FOMO dengan Bijak
Agar FOMO tidak menjadi sumber kecemasan berlebihan, penting untuk mengelolanya dengan bijak. Memahami FOMO sebagai sinyal adaptif dalam kehidupan sosial dapat membantu kita menggunakannya sebagai motivasi untuk memperkaya pengalaman hidup, bukan sekadar sebagai tekanan sosial. Dengan pengelolaan yang tepat, FOMO dapat mendorong kita untuk lebih fokus pada tujuan pribadi dan profesional tanpa merasa terbebani oleh tren yang berubah-ubah.
FOMO bukan hanya tentang ketakutan akan kehilangan kesempatan atau ketinggalan tren, tetapi juga tentang kemampuan beradaptasi, terus belajar, dan berkembang di era digital yang dinamis. Dengan memahami dan mengelola FOMO secara bijak, kita dapat menjadikannya sebagai alat untuk memacu pertumbuhan pribadi, inovasi, dan keterlibatan sosial yang lebih baik.
Kontributor: Jihan Amalia Rossa
Editor: Khaerul Umam
Akun Resmi HPMI Yordania, dikelola oleh Kementerian Komunikasi & Informasi