Saat ini kita sedang menyaksikan fenomena menarik di Asia Tenggara: keragaman etnis, agama, dan budaya yang makin meningkat atau yang sering kita sebut sebagai “multikulturalisme”. Fenomena ini seharusnya menjadi identitas penting kita dalam menerapkan prinsip-prinsip moderasi beragama. Di kawasan ini, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand Selatan (Pattani), dan Singapura telah menunjukkan bahwa inklusivitas adalah kunci. Mereka menciptakan model Islam yang menekankan kesetaraan tanpa memandang latar belakang sosial atau agama. Inilah saatnya kita memahami bersama bahwa moderasi beragama harus menjadi tolak ukur nilai-nilai keberagaman, kerukunan sosial, dan hak asasi manusia.
Moderasi Beragama: Pilar Perdamaian
Peran moderasi beragama sangatlah penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di masyarakat kita. Di tengah tantangan modernitas dan munculnya gerakan radikalisme di media sosial, kita perlu mengembangkan strategi moderasi beragama dengan segera. Ini bukan hanya sebuah kebutuhan, tetapi juga sebuah keharusan untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan rukun di antara berbagai komunitas.
Sebagai umat Islam, kita diingatkan bahwa Allah menginginkan kita menjadi umat yang adil, seimbang, dan menjadi contoh baik bagi umat lainnya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Kami telah menjadikan kalian umat yang seimbang” ((وكَذَالِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًأ. Ini menunjukkan betapa pentingnya keseimbangan antara tuntutan agama dan kehidupan sehari-hari agar kita dapat hidup dalam kedamaian dan harmoni. Mari kita ingat juga peringatan Allah dalam ayat selanjutnya: “Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang terpecah-belah!”(وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟) . Ini adalah pengingat bahwa agama selalu mengajarkan kita untuk bersikap moderat, tidak terjebak dalam ekstrimisme atau radikalisme.
Intelektualisme Islam di Asia Tenggara
Dalam sebuah dialog yang menarik, Prof. Azyumardi Azra berbagi pandangannya tentang Asia Tenggara yang kita kenal sebagai Muslim South East ASEAN atau Islam Kepulauan Nusantara. Wilayah Asia Tenggara ini bukan hanya kaya akan budaya, tetapi juga dikenal sebagai pusat intelektualisme Islam yang menekankan nilai-nilai moderasi dan inklusivitas.
Prof. Azra menjelaskan bahwa dinamika intelektualisme Islam di kawasan ini telah berkembang pesat, terutama pada abad ke-19 dan ke-20. Namun, perjalanan ini sebenarnya dimulai pada abad ke-17 dan ke-18 di mana konsep Wasatiyyah Islam atau moderasi dalam beragama mulai terbentuk pada saat itu.
Dalam sebuah seminar yang inspiratif, Prof. Iik Arifin Mansurnoor mengungkapkan betapa istimewanya Asia Tenggara sebagai wilayah dengan populasi muslim terbesar di ASEAN. Menariknya, kawasan ini telah menjaga kedamaian selama hampir enam dekade tanpa konflik antarnegara.
Di samping itu, Prof. Iik juga menekankan pentingnya memahami sejarah dengan lebih mendalam. Menurutnya, untuk memastikan keaslian sejarah, kita tidak hanya bisa mengandalkan tanggal dan waktu saja. Sejarah Asia Tenggara yang kaya dan kompleks memerlukan penelitian yang lebih serius, bahkan ada yang mengatakan butuh waktu hingga sepuluh abad untuk menggali kebenarannya seperti yang dinyatakan oleh Victor B. Lieberman.
Tantangan Multikulturalisme
Tentu saja, kita juga tidak bisa mengabaikan tantangan yang ada. Isu-isu besar mengenai multikulturalisme masih menjadi perhatian, seperti yang terjadi di Myanmar, di mana ketegangan antara etnis Rohingya (Islam) dan mayoritas Rakhine (Buddha) telah menyebabkan pengungsian besar-besaran dan kekerasan. Situasi ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan intoleransi dan radikalisme yang perlu kita hadapi bersama.
Begitu pula di Thailand, di mana perbedaan etnis antara masyarakat Thai dan kelompok Melayu di Thailand selatan menimbulkan ketegangan. Masih banyak isu lain yang berkaitan dengan diskriminasi, radikalisme, dan tantangan identitas etnis minoritas yang memerlukan perhatian kita.
Kebebasan beragama dengan tolak ukur moderasi beragama di Asia Tenggara adalah topik yang sangat penting dan menarik untuk kita bahas. Wilayah ini telah mendapatkan perlindungan dari berbagai konstitusi nasional, seperti ASEAN Human Rights Declaration, Perjanjian Internasional (IICPR), dan undang-undang lainnya. Namun, masih banyak tantangan yang dihadapi terutama terkait dengan aliran kepercayaan yang memengaruhi peradaban kita hingga hari ini.
Mari kita lihat beberapa aliran kepercayaan yang menarik untuk ditelaah:
- Aliran Khmers: Etnis Kamboja ini adalah pengikut Buddhisme yang terpengaruh oleh berbagai budaya. Sayangnya, kelompok Khmer Merah yang berasal dari etnis ini pernah menerapkan kebijakan yang kejam, menyebabkan trauma yang mendalam bagi masyarakat Kamboja. Trauma ini masih dirasakan hingga kini, memengaruhi psikologi dan budaya mereka.
- Aliran Moro: Etnis Moro di Filipina yang beragama Islam dan tinggal di Mindanao, mereka telah menghadapi banyak tantangan selama beberapa dekade. Mereka sering mengalami kekerasan yang sayangnya dipicu oleh pemerintah dan kelompok gerilya. Situasi ini membuat mereka merasa terpinggirkan dan tidak aman.
- Rohingya: Etnis Rohingya telah menjadi sorotan dunia, terutama ketika mereka mencari perlindungan di tempat lain seperti Aceh. Masalah marginalisasi yang mereka hadapi di Myanmar masih menjadi isu yang sangat kompleks dan memerlukan perhatian lebih.
- Dan masih ada etnis-etnis lain seperti Lao (kelompok besar di Negara Laos), Karen (sejumlah kelompok dari Tibet, Asia Tengah yang sebagian besar memeluk agama Buddha dan sisanya beragama Kristen) dan etnis-etnis lain di beberapa negara yang masih mendapatkan perlakuan kekerasan terhadap kelompok minoritas seperti penggusuran, intimidasi, dan penangkapan yang benar-benar tidak mencerminkan kebebasan beragama.
Meskipun Asia Tenggara dikenal sebagai wilayah dengan populasi Muslim terbesar dan relatif stabil tanpa perang selama hampir enam dekade, berbagai isu intoleransi, diskriminasi, dan radikalisme tetap ada yang berdampak pada identitas etnis minoritas. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada perlindungan kebebasan beragama, tantangan seperti ketegangan antar etnis dan kekerasan masih mengganggu stabilitas sosial.
Solusi Menuju Harmoni
Lalu, bagaimana kita bisa mengatasi isu-isu ini agar tidak berlanjut? Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:
- Dialog dan Negosiasi: Mengadakan dialog antarkelompok dengan mediator netral untuk menyelesaikan konflik dan mencari solusi bersama.
- Pendidikan dan Kesadaran: Menerapkan kurikulum yang mengajarkan tentang multikulturalisme dan pentingnya toleransi di kalangan masyarakat.
- Penguatan Ekonomi: Membantu program pemberdayaan ekonomi dan mendukung usaha kecil untuk meningkatkan kesejahteraan.
- Keterlibatan Organisasi: Mendukung hak-hak minoritas dan memantau pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
- Kerja Sama Internasional: Membangun kemitraan untuk mendukung kampanye dan memberikan pelatihan dan dana.
- Evaluasi: Terus mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan yang ada untuk memastikan keberlanjutan usaha-usaha ini.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas secara bersamaan, kita berharap bisa mengurangi ketegangan, meningkatkan toleransi, dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis di Asia Tenggara.
Kesimpulan
Kesimpulan dari keresahan kita bersama ini ialah bahwa Asia Tenggara adalah kawasan yang kaya akan keragaman etnis, agama, dan budaya dan ini adalah kekuatan yang harus kita rayakan! Meskipun kita bangga menjadi wilayah dengan populasi Muslim terbesar dan relatif damai, tantangan seperti intoleransi dan diskriminasi masih perlu kita hadapi bersama.
Kunci untuk menciptakan lingkungan yang harmonis terletak pada moderasi beragama. Dengan melakukan dialog terbuka, meningkatkan pendidikan tentang multikulturalisme, dan mendukung hak-hak minoritas kita bisa menciptakan suasana yang lebih inklusif. Selain itu, kerja sama internasional dan evaluasi kebijakan yang terus-menerus akan membantu kita meraih tujuan ini.
Mari kita bekerja sama untuk menciptakan Asia Tenggara yang lebih toleran dan sejahtera, di mana semua orang bisa hidup dalam damai dan saling menghormati. Bersama kita bisa menjadikan kawasan ini sebagai contoh harmoni dan keberagaman yang inspiratif!
Kontributor: Arnindio Maulidika Yurman
Editor: Khaerul Umam
Akun Resmi HPMI Yordania, dikelola oleh Kementerian Komunikasi & Informasi