Membaca Pramoedya, Merawat Kesadaran

Tetralogi Bumi Manusia yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer bukan hanya sekadar kisah kehidupan pada masa kolonial; melalui narasi yang begitu dalamnya, Pramoedya Ananta Toer membawa kita sebagai pembaca menyusuri sistem hukum yang pada saat itu timpang dan tatanan sosial yang tidak adil.

Pribumi digambarkan sebagai warga kelas dua di rumahnya sendiri, sementara itu perempuan harus menghadapi stereotipe sosial yang merendahkan martabat mereka.

Berbagai fakta pahit yang tertulis di dalam novel karya Pramoedya ini bukan hanya menjadi catatan sejarah, tapi juga cermin yang memantulkan realitas yang terjadi pada masa kini.

Sebab, jika kita bercermin di novel ini maka kita akan mendapati bahwa masih banyak sekali ketimpangan dan ketidakadilan yang pada faktanya belum benar-benar hilang— hanya berganti rupa, hadir dengan wajah yang berbeda belakangan ini.

Indonesia Negara Hukum

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945. Artinya, segala aspek kehidupan berbangsa, bersosial, dan bernegara seharusnya berlandaskan pada prinsip hukum yang adil.

Meski masa kolonial sudah sejak lama berlalu dan Indonesia kini memiliki kedaulatan penuh untuk mengatur sistem hukumnya sendiri — artinya kita sehrusnya tidak senaas Nyai Ontosoroh ketika berjuang melawan ketidakadilan hukum— namun pada kenyataannya yang terjadi masih jauh dari apa yang masyarakat harapkan.

Jika kita menilik survei yang dilakukan oleh Kompas.id kita akan mendapati bahwa kepuasan masyarakat terhadap kinerja penegakan hukum masih sangat rendah, yaitu di angka 58,3% pada Desember 2023. Mirisnya, angka yang rendah ini bukanlah angka terendah, karena pada bulan juni 2024 tingkat kepuasan kembali menurun di angka 57,4% [1].

Penegakan hukum masih sering kali menunjukkan wajah yang timpang; tajam kebawah namun tumpul ke atas. Fenomena ini menunjukkan bagaimana hukum yang seharusnya menjadi alat keadilan justru sering kehilangan ketajaman saat berhadapan dengan kekuasaan.

Keberpihakan, ketimpangan, serta ketidakadilan hukum masih menjadi persoalan mendasar yang membayangi kehidupan masyarakat. Kondisi ini membuat seolah kita menghadapi bentuk penjajahan baru; bukan oleh bangsa asing, melainkan oleh sistem hukum yang kita bangun dan tetapkan sendiri.

Nyai Ontosoroh dan Warisan Ketimpangan Gender yang Tak Lekang

Salah satu tokoh yang akan selalu melekat pada benak pembaca adalah Nyai Ontosoroh. Eksistensi Nyai Ontosoroh merupakan simbol perlawanan perempuan terhadap sistem sosial yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah.

Dalam novel tersebut dituliskan Nyai Ontosoroh membuktikan bahwa martabat dan kehormatan perempuan bukan ditentukan oleh status, melainkan oleh kecerdasan, keteguhan diri, dan keberanian.

Ia mendidik dirinya sendiri, mengelola perusahaan, dan berani menghadapi sistem yang bahkan tidak memberinya ruang untuk setara.

Situasi yang perempuan Indonesia hadapi pada saat ini, meskipun dalam konteks yang berbeda namun masih menyisakan jejak-jejak ketimpangan yang sama.

Perempuan—meski berpendidikan— kerap kali harus membuktikan kemampuannya berkali-kali lipat ketika memasuki ruang publik   politik. Di sisi lain, perempuan dari kalangan ‘bawah’ masih rentan terhadan eksploitasi— secara sosial maupun seksual.

Jejak Minke: Pendidikan dan Pers sebagai Perlawanan

Dalam Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer menghadirkan sosok Minke sebagai wajah intelektual muda pribumi yang berani melawan ketidakadilan kolonial melalui jalan yang belum lazim pada zamannya: pena dan pendidikan.

Di tengah kondisi dan sitem sosial yang menempatkan pribumi sebagai kelas bawah, Minke menyadari bahwa pengetahuan adalah senjata paling tajam untuk meruntuhkan dominasi kekuasaan.

Minke menulis dan bersuara; menjadikan pena dan pers sebagai alat untuk menyuarakan keresahannya sebagai masyarakat yang pada saat itu terbungkam.

Nilai-nilai yang dibawa oleh Minke di Bumi Manusia masih tetap relevan hingga saat ini. Indonesia yang telah bebas dari kolonialisme ini, pendidikan masih menjadi salah satu jalan sehat untuk melawan ketimpangan dan menyingkirkan ketidakadilan sosial.

Namun masalahnya, Indonesia masih memiliki lebih dari 4,3 juta anak usia sekolah yang tidak bersekolah, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Sementara itu di sisi lain, kebebasan pers juga masih menghadapi tantangan besar di Indoenesia. Para jurnalis masih menghadapi beragam intimidasi.

Belakangan ini, mulai dari teror kepala babi hingga teror bangkai tikus yang diterima oleh rekan jurnalis Tempo menunjukkan kepada Indonesia bahwasannya kebebasan penuh dan angan reformasi masih belum sepenuhnya terwujud.

Dari survei yang dilakukan terhadap 760 jurnalis di Indonesia, 24% diantaranya mengalami teror dan intimindasi, 32% menghadapi ancaman langsung, dan 44% mengalami pelanggaran liputan [2]. Permasalahan dan berbagai tantangan yang masih eksis di zaman ‘kebebasan’  menjadi PR yang harus segera diselesaikan.

Bumi Manusia, Refleksi Indonesia Modern

Bumi Manusia bukan sekedar kisah masa lalu, ia adalah cermin yang memantulkan luka-luka bangsa yang belum sepenuhnya sembuh.

Melalui kisah Minke, Pramoedya bukan hanya menyampaikan kritik terhadap sistem yang menindas, namun juga membangun kesadaran, semangat juang, dan critical thinking untuk mendorong kesetaraan sosial.

Membaca Bumi Manusia kita tidak hanya mengenang karyana, namun juga merefleksikan bagaimana pemikiran yang diwariskan oleh Pramoedya Ananta Toer akan terus relevan dalam perjuangan melawan ketidakadilan di Indonesia modern.

Membaca Bumi Manusia juga berarti membuka mata dan memulai langkah kecil untuk terus berpikir, peduli, dan berani menyuarakan kebenaran.

“Dengan melawan kita takkan sepenuhnya kalah.”

[1] https://www.kompas.id/artikel/apakah-penegakan-hukum-di-indonesia-selama-2024-sudah-memuaskan

[2] https://www.tempo.co/politik/ragam-kasus-intimidasi-terhadap-pers-teranyar-teror-kepala-babi-dan-bangkai-tikus-kepada-tempo-1223868

 

 

 

Kontributor: Navi’ Vadila

Editor: Faras Azryllah

Share your love

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *